Advertisement
Ini mungkin sebagian dari banyak kisah sedih yang telah dialami oleh ‘sang penemu’. Berharap besar bahwa alat penemuannya akan menjadi suatu hal yang luar biasa berguna bagi banyak orang, namun harapan besar itu malah hilang ditengah jalan dan berganti menjadi kisah yang menyeramkan. Meski kisah tersebut akan selalu dikenang oleh banyak orang tapi tidak sedikit juga yang memiliki pendapat negatif pada ambisi penemuannya tersebut.
Sebut saja seorang yang bernama Franz Reichelt, yang mendapat julukan sebagai “Penjahit Terbang” yaitu seorang penjahit pakaian di awal abad ke-20 yang memiliki impian besar menciptakan teknologi dari hasil jahitannya yang menurutnya sanggup membuat seseorang bisa terbang dan mendarat dengan lembut.
Baca Juga:
- Adakah Jejak Gas Kehidupan Di Atmosfer Mars?
- Inilah Monster Laut Prasejarah Raksasa Sejati, Paus Biru Minggir
Sejarah parasut kembali berabad-abad, dengan penemu terutama berfokus pada peningkatan dan penyempurnaan variasi tajuk kain yang menyelamatkan kehidupan yang sama yang masih kita gunakan saat ini. Franz Reichelt, bagaimanapun, melihat jalan yang berbeda. Ia lahir di Austria, Reichelt pindah ke Paris pada tahun 1898, lalu pada usianya yang ke 19 tahun. Seorang penjahit yang telah membuka bisnis tata busana sukses di pusat kota ini pada akhirnya mengunjungi Paris. Namun pada awal abad ke-20, dia mulai memimpikan garmen yang lebih bermanfaat.
Terinspirasi dari segala macam hal terkait dengan kecelakaan dan penyelamatan seseorang dalam penerbangan, Franz Reichelt akhirnya ingin turut ambil bagian dalam upaya membantu meningkatkan keselamatan para penerbang di awal abad tersebut, dan munculah gagasan tentang jas parasut yang kemudian ia buat sendiri dari keahliannya menjahit pakaian. Ia memiliki ide untuk membuat sebuah jas parasut yang mana tidak menghalangi gerakan si pemakainya. Setelan jas terbang buatannya itu memiliki sejumlah panel dan penutup ekstra yang dapat digunakan ketika seseorang jatuh bebas. Setidaknya itu menurut konsepnya.
Suatu saat, cerita pun terus berjalan, dimana percobaan demi percobaan telah ia lakukan terhadap jas buatannya tersebut. Namun sayang, keberhasilan yang diharapkan memang belum didapatkan, bahkan ia sendiri sempat mengalami patah kaki akibat melompat dari jendela dengan ketinggian lebih dari 26 kaki. Akan tetapi, ia tidak berhenti sampai disitu. Pengembangan jas parasutnya terus dilakukan. Hingga pada akhirnya ia pun bertekad ingin melakukan sebuah demonstrasi spektakulernya yang akan dipublikasikan dihadapan orang banyak dan tentu saja berharap dapat perhatian khusus dari bagian organisasi penerbangan terkemuka di negara itu. Ia akan melompat dari dek pertama Menara Eiffel yang ketinggiannya 180 kaki.
Acara berlangsung pada hari Minggu, 4 Februari 1912. Franz Reichelt tiba di Menara Eiffel pada pagi yang dingin itu sudah mengenakan pakaian parasutnya, bersama dengan beberapa penulis, fotografer, dan pers lainnya yang telah berkumpul untuk menjadi saksi dari demonstrasinya.
Setelah memamerkan bajunya sedikit, akhirnya Franz Reichelt melangkah naik ke dek pertama menara, dia berencana untuk melakukan lompatan sendiri. Ia sangat yakin bahwa berat tubuhnya dan ketinggian akan membuat kerja jas buatannya menjadi sempurna. Sementara, teman-teman dan pengawalnya mencoba mencegahnya untuk melompat, tapi ia tidak memperdulikannya. Kemudian ia naik di bangku yang diletakkan di atas meja untuk membuatnya lebih mudah menjangkau pagar pembatas. Dia berdiri di tepian selama lebih dari 40 detik, sebelum akhirnya meluncur ke bawah.
Disinilah kengerian itu berlangsung, dimana terlihat jelas dalam rekaman bahwa Franz telah gagal mengembangkan jas parasutnya dengan benar sehingga malah membuatnya melilit dan membungkus tubuhnya menjadi sebuah torpedo. Dia jatuh dan langsung meninggal saat itu juga. Yang paling membuat dramatis, semua kejadian ini terekam langsung oleh banyak kamera.
Dalam sebuah artikel keesokan harinya yang tertulis di Popular Mechanics mengatakan,”Reichelt jatuh seperti batu”.
Satu kalimat terakhir yang terngiang, adalah teriakannya saat melompat ke gerbang kematiannya. Ia berseru, “Sampai ketemu lagi!”. Tapi sayang, gravitasi memiliki rencana yang berbeda.
Artikel Menarik Lainnya:
0 komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik dan sopan. Dilarang meninggalkan jejak link hidup maupun iklan promosi di kolom komentar. Silahkan hubungi Admin jika ingin bekerjasama dalam hal iklan. Terima kasih.